Kamis, 25 September 2008

ketemu maTTa band


vokaLis matta band sebeLum ke banjarmasin minjem kaca mata duLu ma iAn kaSELa,,

aLisku keren bgt kan ?? hiDup NarsiZZ


liat ga tuh,, alis Aq belah gitu.. tu ada sejarahnya ( ga penting bgt juga sih )..
waktu umur tiga taHun, goyang2 di depan teras yg lantainya Licin abis hujan,, eh kepEleset.. kena ujung kenaLpot motor aBah yg panas membra...( mama panik ) daN iniLah hasiLnya....

Rabu, 24 September 2008

yakinkan hatimu

ingin terlihat sempurna dimatamu
tanpa cela
tanpa noda
ku tak bisa

hitam masa lalu ku
mungkin saja masih membekas di benakmu
tumbuh subur dalam bayangmu
merasuk dalam otakmu

menakutimu untuk tulus mengasihiku
untuk total dihatiku
agar tak sendiri langkah pagi ku
agar tak geLap maLam hari ku

aku dengan masa depan ku
bukan aku dengan masalaluku

sanggupkah kau untuk iTu
yakinkan hatimu

Jumat, 19 September 2008

ARTIKEL PENYAKIT

GASTROENTERITIS
Gastroenteritis, merupakan suatu jenis penyakit pada lambung dan atau usus yang gejala utamanya diare.
Penyebab diare umumnya karena infeksi (virus, bakteri, maupun parasit), malabsorbsi, alergi, dan intoksikasi. Disebut diare bila tinja berbentuk cair, dengan frekuensi lebih dari 4x/hari.
Setidaknya ada dua mekanisme dasar terjadinya diare, yaitu :
1. Pengeluaran cairan di usus yang berlebihan akibat toksin. Lebih dikenal dengan sebutan diare sekresi. Pada diare jenis ini dinding usus permukaannya tidak rusak.
2. Absorbsi karbohidrat/lemak yang jelek. Lebih dikenal dengan sebutan diare osmotik. Pada jenis ini dinding usus mengalami kerusakan.
Berikut ini beberapa tanda klinis diare karena infeksi yang banyak di Indonesia :
• Kolera, merupakan diare jenis hipersekresi. Kuman tersebut mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan pengeluaran cairan yang berlebihan di usus, sehingga orang yang bersangkutan kehilangan banyak elektrolit. Timbulnya mendadak, usia terkena lebih dari 2 tahun, terkadang disertai muntah, dan jarang disertai panas badan. Pada jenis ini, penderita yang terkena cepat mengalami dehidrasi. Feces/tinja yang timbul baunya amis dan seperti cucian beras.
• Shigella, sering timbul pada anak kurang dari 2 tahun. Penderita tampak sakit berat, lemas, panas tinggi, dan terkadang disertai kejang. Feses penderita ini cair dan disertai darah.
• Salmonella, tanda khasnya adalah feses yang berbau seperti telur busuk. Tanda-tanda klinis penderita tidak begitu berat, dan jarang terjadi dehidrasi.
• Virus, yang menonjol adalah muntah. Akibatnya ion K+ pada penderita ini banyak yang hilang --> terjadi kekurangan kalium dalam darah. Diare akibat virus ini bersifat self limited.
• Amoeba, khas dengan adanya lendir dan darah dalam feses. Penderita tampak tidak sakit, jarang dehidrasi maupun panas. Lama timbulnya sekitar 1-2 minggu.
Tanda-tanda dehidrasi, khususnya pada anak/balita adalah : rewel, haus luar biasa, mata cowong, dan ubun-ubun besar cekung. Pada keadaan yang berat anak menjadi kurang meresponi keadaan sekitarnya dan terlihat lemah.
Penatalaksanaan :
1. Segera berikan cairan rehidrasi oral, seperti oralit & larutan gula garam secepatnya sebanyak cairan yang hilang
2. Bagi anak kecil, ASI tetap diberikan. Bila meminum susu selain ASI, berikan susu yang rendah laktosa.
3. Segera ke pusat pelayanan kesehatan/dokter bila diare tidak kunjung sembuh, atau anak terlihat dehidrasi.
kembali ke index artikel medis

COMMON COLD
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan segala macam infeksi pada saluran pernafasan yang timbulnya dalam waktu singkat, mencakup saluran nafas atas dan bawah. Pada bagian kali ini kita hanya membahas tentang infeksi saluran nafas akut (bagian atas) karena virus yang banyak dijumpai. Infeksi ini juga dikenal dengan nama Common Cold.
Penyebab infeksi ini adalah virus. Menular beberapa jam sebelum timbulnya gejala hingga 1-2 hari sesudah gejala. Faktor yang memicu terjadinya infeksi ini antara lain kelelahan, gizi buruk, anemia, dan kedinginan. Sering juga timbul pada saat pergantian musim.
Seperti infeksi virus lainnya, penyakit ini biasanya sembuh sendiri dalam beberapa saat, dengan syarat tidak timbul komplikasi akibat invasi dari bakteri, seperti Pneumococcus, Streptococcus, H. influenza, dan Staphylococcus.
Gejala yang timbul tidak khas, berupa pilek, batuk sedikit, dan kadang-kadang bersin. Dari hidung keluar cairan jernih yang encer (cairan tersebut dapat menjadi kental setelah terjadi infeksi sekunder). Tenggorokan terasa kering dan gatal. Gejala yang lain dapat berupa rasa nyeri pada otot, sendi, 'nggreges', pusing, mual, dan sebagainya.
Komplikasi pada penyakit ini, terutama pada penyakit dengan sekunder infeksi yang tidak diobati, antara lain : sinusitis (infeksi pada rongga-rongga tulang wajah), infeksi telinga, maupun infeksi saluran napas bagian bawah (laryngitis, tracheitis, bronchitis, bronchopneumonia, dsb).
Penatalaksanaan hanya dengan memberikan obat terhadap keluhan yang timbul, antara lain pengencer dahak, penurun panas, penenang, dan sebagainya. Namun bila infeksi berlanjut disarankan untuk menghubungi layanan kesehatan terdekat.
kembali ke index artikel medis
EPISTAKSIS
Mimisan, atau yang juga dikenal sebagai epistaksis, merupakan keluarnya darah melalui lubang hidung. Menurut sebabnya, dibagi menjadi dua : karena trauma (bersin yang terlalu keras, dipukul, pemasangan sonde, dsb) dan spontan.
Penyebab mimisan spontan sangat banyak, antara lain : infeksi akut (berlangsung singkat) atau kronis (berlangsung lama) pada hidung, penyakit kelainan pembuluh darah, gangguan pembekuan darah, penyakit darah, penyakit jantung, gangguan hormon, tumor ganas hidung, dan lain sebagainya.
Asal perdarahan pada mimisan bisa berasal dari depan, yaitu pada daerah Kiesselbach; maupun berasal dari belakang, yaitu pada daerah pleksus nasofaringeal.
Penatalaksanaan awal dengan penekanan pada hidung. Bila tidak berhasil dilakukan pemasangan tampon pada hidung (tampon anterior ataupun posterior), kauterisasi secara kimia/listrik, pemberian obat antikoagulansia, atau ligasi pembuluh darah. Keempat tindakan tersebut membutuhkan keahlian medis tertentu.
kembali ke index artikel medis

GASTRITIS
Penyakit maag, atau yang dikenal sebagai gastritis dalam dunia medis, mungkin sudah pernah Anda alami. Merupakan salah satu penyakit pada lambung. Gejala utamanya adalah nyeri pada ulu hati.
Ada banyak klasifikasi dari gastritis tersebut. Berikut ini hanya salah satu dari beberapa klasifikasi gastritis.
1. Gastritis erosif, hemorragik, dan gastropati; keluhan yang timbul berupa uluhati yang seperti terbakar dan nyeri. Keluhan lain berupa mual, muntah, diare, bahkan bisa muntah darah. Penyebabnya antara lain : obat-obatan (aspirin, NSAID), alkohol dan bahan korosif lain, trauma langsung pada lambung (laser, diatermi, dsb), kelainan pembuluh darah pada lambung, luka akibat operasi lambung, dan yang tidak diketahui penyebabnya. Pada pemeriksaan terdapat nyeri tekan pada daerah lambung (perut kiri atas) dan daerah ulu hati.
2. Gastritis spesifik; keluhan yang timbul adalah nyeri pada daerah uluhati (anoreksia). Keluhan lain berupa mual dan bisa muntah. Pada pemeriksaan bisa terdapat nyeri tekan pada daerah uluhati, atau bisa pula pada seluruh perut, tanpa tegangnya otot perut. Penyebabnya antara lain: infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit, dan nematoda); bagian dari penyakit saluran pencernaan lain (misal peny. Crohn); bagian dari penyakit sistemik (misal sarkoidosis). Bila disebabkan oleh infeksi/toksin biasanya sering disertai diare, nyeri perut yang hilang timbul, panas badan, menggigil, panas badan, dan kejang otot.
3. Gastritis kronis - non erosif non spesifik; keluhannya tidak spesifik, berupa perasaan tidak enak pada uluhati yang terkadang disertai mual, muntah, perasaan penuh di uluhati. Pada penderita biasanya juga ada riwayat keluhan serupa yang sering timbul, dan pola makan yang tidak teratur. Pada pemeriksaan terdapat nyeri tekan pada daerah uluhati. Penyebabnya antara lain infeksi (khususnya Helicobacter pylori), gastropati reaktif, autoimun (pada anemia perniciosa); dan tumor pada lambung. Faktor kejiwaan/stress biasanya juga berperan dalam timbulnya serangan ulang pada penyakit ini.
Gejala serupa dengan penyakit ini antara lain ulcus pepticum (perlukaan pada dinding lambung), kanker pada lambung, dan penyakit jantung Infact Myocard Acute (IMA). Untuk itu bila ada keluhan nyeri uluhati harus hati-hati, sebab bila keluhan tersebut berasal dari penyakit IMA, bisa berakibat fatal bila tidak tangani dengan segera.
Penatalaksanaannya antara lain : makanan lunak dalam porsi kecil-kecil, berhenti makan makanan yang pedas dan asam, berhenti merokok dan minum-minuman beralkohol. Dapat pula meminum Antasida bila diperlukan. Yaitu sekitar 1/2 jam sebelum makan atau sewaktu makan. Namun bila keluhan tetap berlanjut Anda dapat memeriksakan diri ke dokter.
kembali ke index artikel medis

ACNE VULGARIS
Orang yang sudah menginjak masa pubertas umumnya pernah mengalami jerawat. Dalam dunia medis, jerawat dikenal sebagai acne vulgaris. Merupakan keradangan kronis dari folikel pilocebaceous (salah satu kelenjar pada kulit), disertai penyumbatan dan penimbunan keratin, ditandai dengan adanya komedo, pustula, nodula, dan kista.
Acne umumnya timbul pada pria maupun wanita menginjak masa pubertas, yaitu usia 15-19 tahun (90%). Daerah yang terkena bukan hanya wajah, namun juga bahu, dada, punggung, dan lengan bagian atas.
Penyebab acne sangat banyak (multifaktorial), antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebacea sendiri, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.
Pada acne dapat timbul komedo (sumbatan bahan tanduk dalam unit pilosebaseus); papula (komedo tertutup yang pecah); pustula (bentukan padat yang mengalami perlunakan pada puncaknya, dengan mengeluarkan nanah), nodul (dari komedo tertutup--penonjolan pada kulit yang lebih besar dari papula), dan jaringan parut.
Pengobatan secara umum meliputi : mencuci muka dengan sabun dua kali sehari--jangan berlebihan; menghindari pemakaian kosmetika yang berlebihan, menghindari makan kacang, cokelat, minyak, mentega, dll (meskipun beberapa penelitian tidak menemukan korelasi antara makanan dan timbulnya acne). Untuk pengobatan berupa salep maupun antibiotika sebaiknya menghubungi dokter.
kembali ke index artikel medis

DEMAM BERDARAH DENGUE
Merupakan suatu penyakit demam yang dapat disebabkan oleh 4 macam tipe virus dengue dan klinis ditandai dengan fenomena perdarahan dan cenderung menyebabkan sindroma syok yang dapat menimbulkan kematian.
Penyebabnya adalah virus dengue, yang merupakan Flavi virus, termasuk dalam Chikungunya famili Toga virus. Vektor pembawanya adalah nyamuk Aedes aegypti dan albopictus. Penyakit ini dapat menjadi epidemi, dan terbanyak pada waktu musim hujan.
Gambaran penyakitnya berupa panas naik mendadak selama 2-7 hari, kemudian turun sampai batas normal, disertai gejala nonspesifik (lemah, mual, pusing, dan sebagainya). Terkadang disertai dengan perdarahan spontan. Pemeriksaan dengan test torniquet timbul rash pada kulit. Dapat pula diikuti dengan pembesaran hati. Fase penyembuhan terjadi dengan cepat, yaitu 2-3 hari. Pada laboratorium darah perifer tampak penurunan sel darah putih dan trombosit, sedangkan hematokrit menjadi meningkat. Kita harus hati-hati dengan penyakit ini karena dapat timbul syok akibat kegagalan sirkulasi tubuh.
Ada empat tingkat beratnya/klasifikasi penyakit ini :
1. Tingkat I : demam dengan tanda-tanda nonspesifik disertai test torniquet positif.
2. Tingkat II : tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan di kulit/tempat lain.
3. Tingkat III : kegagalan peredaran darah, ditandai dengan nadi cepat, lemah, hipotensi, dan kulit dingin.
4. Tingkat IV : telah terjadi syok, tekanan darah tidak terukur dan nadi tidak/sulit teraba.
Bila menemui penderita dengan demam berdarah dengue, harap segera membawa ke rumah sakit setempat untuk dilakukan pemberian cairan intravena ataupun pengobatan lainnya. Dengan penatalaksanaan yang tepat dan cepat penderita dapat sembuh seperti sedia kala.
kembali ke index artikel medis

VERUCA/CAPLAK/KUTIL
Beberapa diantara kita tentu sudah pernah mendengar kata tersebut (atau bahkan pernah mengalaminya). Caplak/kutil merupakan benjolan pada kulit yang disebabkan oleh virus papiloma.
Penyebaran penyakit ini secara kontak langsung (autoinoculasi). Faktor keluarga dikatakan juga ikut berperanan, yang terbanyak pada anak-anak, insiden pria dan wanita sama. Faktor predisposisi pada penyakit ini berupa trauma (jejas) kulit yang berulang-ulang dan kulit yang lembab.
Berikut ini dua jenis caplak/kutil yang sering dijumpai :
1. Veruca Vulgaris, terjadi paling sering di tangan, jari-jari tangan dan kaki, dan telapak tangan/kaki. Tapi dapat juga tumbuh di tempat-tempat lain. Mula-mula berupa papula (penonjolan padat berbatas tegas di permukaan kulit dengan diameter < 1 cm) kecil seukuran kepala jarum, kemudian tumbuh menonjol, permukaanya menjadi lebih gelap dan hiperkeratosis. Penatalaksanaannya memerlukan keahlian medis tertentu, berupa kuret dan elektrodesikasi ringan, cryosurgery dengan nitrogen cair, asam trichloracetat 50-80%, dan zat keratolitik (asam salisilat 20%, asam laktat 10%).
2. Veruca Plana, terjadi paling sering pada kepala, pipi, hidung, leher,dan punggung tangan. Merupakan caplak/kutil yang berwarna seperti kulit atau kehitaman, lunak, berbentuk papula-papula datar berdiameter 1-3 mm. Caplak/kutil ini umumnya multipel/banyak. Penatalaksanaannya memerlukan keahlian medis tertentu, berupa pemberian nitrogen cair 5-15 detik, elektrocauterisasi, ataupun pemberian asam vitamin A 0,1% dalam bentuk krim.
Perjalanan penyakit ini cukup baik, dan dapat sembuh spontan.
kembali ke index artikel medis

INFARCT MYOCARD ACUTE
Merupakan salah satu kegawatan dalam bidang jantung. Berasal dari penyempitan, pembuntuan, dan spasme yang lama dari pembuluh darah koroner, sehingga dinding jantung (myocardium) jantung menjadi kekurangan oksigen, dan sel-selnya menjadi mati (nekrosis). Penyakit ini umumnya menyerang orang berumur 40 tahun ke atas.
Gejala yang khas pada penyakit ini berupa nyeri dada substernal (kira-kira sekitar uluhati/diatasnya), lebih dari 30 menit, menjalar, terjadi pada waktu istirahat/melakukan kegiatan, dan nyeri tersebut tidak hilang dengan istirahat. Keluhan penyerta lainnya dapat berupa lemas, keringat dingin, mual, muntah, dan kehilangan kesadaran. Nyeri tersebut sering dikira sakit maag oleh banyak penderita.
Menurut kriteria WHO (1983), bila minimal dua dari kriteria berikut positif, maka penderita dikatakan menderita Infarct Myocard Acute :
1. Nyeri dada tipikal (substernal, lebih dari 30 menit, menjalar, tidak hilang waktu istirahat)
2. EKG (rekaman gelombang listrik jantung) : Q patologis, ST elevasi, dan inversi gelombang T.
3. Pemeriksaan enzym : peningkatan kadar LDH, CPK, CKMB, SGOT, SGPT, dan peningkatan troponin T.
Penatalaksanaan penderita tersebut harus di ruang intensif (ICCU). Adapun tujuan utama perawatannya adalah :
1. Menghilangkan rasa nyeri
2. Mencegah perluasan infark
3. Menangani komplikasi yang terjadi
4. Program rehabilitasi medis. 
Nah, bila Anda menemui penderita dengan keluhan di atas, segeralah mendatangi rumah sakit terdekat, khususnya yang ada fasilitas ruang intensifnya.
kembali ke index artikel medis
RHEUMATOID ARTHRITIS
Rheumatoid Arthritis, atau yang juga dikenal sebagai rematik, merupakan suatu penyakit keradangan sendi menahun yang terutama mengenai sendi kecil (perifer), yang dapat menimbulkan kerusakan tulang rawan sendi dan struktur juxta artikular. Sering disertai manifestasi di luar sendi.
Keradangan terutama ialah Sinovitis pada daerah sinovium. Sinovium menjadi bengkak, menebal, sel-selnya membesar, dan terjadi penimbunan fibrin. Lama kelamaan akan membentuk suatu pannus keradangan menahun, yang akan meluas dari permukaan sendi ke dalam tulang rawan dan menghancurkannya. Selanjutnya kerusakan meluas mengenai tulang dibawahnya, terjadi erosi pada tulang sehingga akan tampak adanya kelainan pada tulang.
Faktor pasti yang menyebabkan sinovitis belum jelas benar. Diduga faktor genetik yang berinteraksi dengan faktor lingkunganlah yang memegang peranan. Umumnya terjadi pada usia 35-55 tahun. Wanita lebih sering dari pada pria.
Keluhan yang timbul dapat mendadak ataupun perlahan-lahan. Awalnya dapat berupa nyeri sendi. Sendi tampak merah, terjadi pembengkakan, teraba panas, nyeri tekan, dan timbul hambatan gerak. Biasanya mulai pada sendi jari tangan secara simetris (kanan & kiri). Gejala lain yang mungkin timbul antara lain turunnya nafsu makan, lemas, lelah, demam, anemia, dan sebagainya.
Untuk menegakkan diagnosisnya perlu pemeriksaan penunjang juga, berupa pemeriksaan darah perifer, rheuma factor, rontgen, dan lain-lain.
Penatalaksanaanya dengan : pemberian obat-obatan (untuk mengurangi keluhan dan menghentikan proses penyakit), fisioterapi, mengoreksi kebiasan dan pekerjaan, perbaikan keadaan umum dan gizi, dan operasi.
kembali ke index artikel medis

TYPHOID FEVER
Typhoid fever, atau yang juga dikenal sebagai thypus, merupakan suatu penyakit yang terjadi mendadak yang disebabkan oleh infeksi Salmonella typhosa.
Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfe, masuk ke dalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.
Gejala yang timbul dapat berupa :
1. Panas badan yang semakin hari bertambah tinggi, terutama pada malam hari (stepladder). Terjadi selama 7-10 hari, kemudian panasnya menjadi konstan dan kontinyu.
2. Pada fase awal timbul gejala lemah, sakit kepala, infeksi tenggorokan, rasa tidak enak di perut, dan terkadang sulit buang air besar.
3. Pada keadaan yang berat penderita bertambah sakit dan kesadaran mulai menurun.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemui bradikardi (denyut melemah) relatif, pembesaran limfa, tegangnya otot perut, dan kembung. Dari pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan sel darah putih, didapatkan kuman tersebut pada tinja atau kencing, dan peningkatan titer Widal. Dikatakan meningkat bila titernya lebih dari 1/400 atau didapatkan kenaikan titer 2 kali lipat dari titer sebelumnya dalam waktu 1 minggu.
Pengobatan pada penderita ini meliputi tirah baring, diet rendah serat - tinggi kalori dan protein, obat-obatan berupa antibiotika, pengobatan terhadap keluhan, ataupun pengobatan terhadap komplikasi yang mungkin timbul.
kembali ke index artikel medis

KEJANG DEMAM
Kejang demam, dalam istilah medis dikenal sebagai febrile konvulsi, adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal > 38 oC), yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar susunan saraf pusat). Penyakit ini paling sering terjadi pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen 20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel/membran sel di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter, sehingga terjadi kejang.
Kejang tersebut kebanyakan terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis (peradangan pada amandel), infeksi pada telinga, dan infeksi saluran pernafasan lainnya. Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.
Penatalaksanaan pada penderita ini adalah
1. Menghentikan kejang secepat mungkin, dengan pemberian diazepam sebagai drug of choice, bisa parenteral maupun suppositoria. (untuk ini diharapkan membawa penderita ke dokter/pelayanan kesehatan dengan segera).
2. Pengobatan penunjang, semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah muntahan isi lambung ke dalam paru, dilakukan juga tindakan profilaksis terhadap kemungkinan kejang berikutnya.
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, perjalanan penyakitnya baik dan tidak menimbulkan kematian.
kembali ke index artikel medis
HIPERTENSI
Hipertensi/tekanan darah tinggi adalah penyakit yang umum timbul di dalam masyarakat. Merupakan peningkatan yang persisten dari tekanan pembuluh darah arteri, yaitu tekanan diastolik diatas 95 mmHg. Tekanan darah normal biasanya tekanan sistolik tidak melebihi 140 mmHg dan diastolik tidak melebihi 90 mmHg. Namun patokan tekanan darah normal tersebut individual sifatnya.
Diagnosis hipertensi dibuat atas dasar hasil beberapa kali pemeriksaan, kecuali bila tekanan darahnya sangat tinggi dapat ditetapkan dengan satu kali pemeriksaan. Keluhan yang mungkin timbul antara lain nyeri pada daerah kepala bagian belakang, mimisan, penglihatan kabur, kelemahan otot-otot, mual, muntah, dan sebagainya.
Terdapat beberapa klasifikasi dari hipertensi, antara lain :
• Penyebabnya : hipertensi primer (tidak diketahui sebabnya), dan hipertensi sekunder (akibat penyakit, obat-obatan, maupun kehamilan).
• Klasifikasi menurut WHO 1999, berdasarkan dari tekanan diastolik, yaitu : derajat I (95-109 mmHg); derajat II (110-119 mmHg); derajat III (> 120 mmHg).
Pengelolaan terhadap penderita hipertensi adalah :
1. Pengobatan tanpa obat, antara lain : diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh, peredaan stress emosional, berhenti merokok/alkohol, dan latihan fisik ringan dan teratur.
2. Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.
kembali ke index artikel medis

INFEKSI SALURAN KEMIH
Infeksi saluran kemih, secara mikrobiologi, bila ditemukan mikroorganisme patogen pada urine (air seni) yang bermakna lebih dari 105 /mm (sampel urine midstream - diambil saat pertengahan kencing), atau 102 - 104 /mm sampel urine dari kateter.
Penyebab terbanyak infeksi ini adalah E. coli (sekitar 80% kasus). Penyebab lainnya antara lain kuman Proteus, Klebsiela, maupun Staphylococcus saprophyticus.
Resiko tinggi didapatkan pada wanita masa seksual aktif, prostatitis, BPH (pembesaran prostat jinak), kehamilan, pembuntuan saluran kemih (misal akibat batu), diabetes, penyakit ginjal, dan hipertensi. Terjadinya infeksi bisa melalui penjalaran langsung ke atas, melalui darah, ataupun melalui pembuluh limfe.
Gejala yang timbul bervariasi, antara lain : nyeri pada waktu kencing, ingin kencing terus - tetapi keluarnya sedikit-sedikit, volume kencingnya sedikit, nyeri perut bagian bawah, kencing disertai darah. Dapat pula disertai panas badan, menggigil, mual, muntah, lemah, dan nyeri ketuk pada pinggang. Bila telah timbul komplikasi lainnya akan timbul berbagai manifestasi lainnya, sesuai jenis komplikasi yang diderita.
Penatalaksanaan pada penderita ini antara lain :
1. Mencari faktor-faktor pemicu.
2. Pemberian antibiotika dan obat simptomatik, maupun tindakan bedah bila diperlukan.
3. Hindari faktor resiko untuk mencegah kekambuhan.
Bila tidak ada kelainan anatomis, baik pada saluran kemih, ginjal, dsb, maka perkembangannya akan ba


Tumor Wilms
Bambang Permono, IDG Ugrasena, Mia Ratwita Andarsini
 
 
BATASAN
Tumor Wilms adalah tumor ganas embrional ginjal yang berasal dari metanefros. Nama lain tumor ini adalah nefroblastoma atau embrioma renal. 
 
EPIDEMIOLOGI
Tumor wilms merupakan tumor ganas ginjal yang terbanyak pada bayi dan anak. Sekitar 80% tumor ini terjadi pada anak di bawah 6 tahun, dengan puncak insidens pada umur 2-4 tahun. Tumor Wilms dapat juga dijumpai pada neonatus. Tumor Wilms terhitung 6% dari seluruh penyakit keganasan pada anak.
Insiden penyakit ini hampir sama di setiap negara, karena tidak ada perbedaan ras, iklim dan lingkungan, yaitu diperkirakan 8 per 1 juta anak di bawah umur 15 tahun. Perbandingan insiden laki-laki dan perempuan hampir sama. Lokasi tumor biasanya unilateral, lebih sering di sebelah kiri, bisa juga bilateral (sekitar 5%).
 
ETIOLOGI

Tumor Wilms berasal dari proliferasi patologik blastema metanefron akibat tidak adanya stimulasi yang normal dari duktus metanefron untuk menghasilkan tubuli dan glomeruli yang berdiferensiasi baik. Perkembangan blastema renalis untuk membentuk struktur ginjal terjadi pada umur kehamilan 8-34 minggu. Sehinga diperkirakan bahwa kemampuan blastema primitif untuk merintis jalan ke arah pembentukan tumor Wilms, apakah sebagai mutasi germinal atau somatik, itu terjadi pada usia kehamilan 8-34 minggu. 
Sekitar 1,5% penderita mempunyai saudara atau anggota keluarga lain yang juga menderita tumor Wilms. Hampir semua kasus unilateral tidak bersifat keturunan yang berbeda dengan kasus tumor bilateral. Sekitar 7-10% kasus Tumor Wilms diturunkan secara autosomal dominan. Mekanisme genetik yang berkaitan dengan penyakit ini, belum sepenuhnya diketahui. Pada penderita sindrom WAGR (tumor Wilms, aniridia, malformasi genital dan retadasi mental) memperlihatkan adanya delesi sitogenetik pada kromosom 11, daerah p13. Pada beberapa penderita, ditemukan gen WT1 pada lengan pendek kromosom 11, daerah p13. Gen WT1 secara spesifik berekspresi di ginjal dan dikenal sebagai faktor transkripsi yang diduga bertanggung jawab untuk berkembangnya tumor Wilms.
 
PATOLOGI
Tumor Wilms tersusun dari jaringan blastema metanefrik primitif. Disamping itu tumor ini sering mengandung jaringan yang tidak biasanya terdapat pada metanefron normal, misalnya jaringan tulang, tulang rawan dan epitel skuamous. Gambaran histologik yang sangat beragam merupakan suatu ciri dari tumor Wilms. Gambaran klasik tumor Wilms bersifat trifasik, termasuk sel epitel blastema dan stroma. Berdasarkan korelasi histologis dan klinis, gambaran histopatologik tumor Wilms dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu tumor risiko rendah (favourable), tumor risiko sedang dan tumor risiko tinggi (unfavourable).
 
Stadium
The National Wilms Tumor Study (NWTS) membagi 5 stadium tumor Wilms, yaitu :
Stadium I
Tumor terbatas di dalam jaringan ginjal tanpa menembus kapsul. Tumor ini dapat di reseksi dengan lengkap.
Stadium II
Tumor menembus kapsul dan meluas masuk ke dalam jaringan ginjal dan sekitar ginjal yaitu jaringan perirenal, hilus renalis, vena renalis dan kelenjar limfe para-aortal. Tumor masih dapat direseksi dengan lengkap.
Stadium III
Tumor menyebar ke rongga abdomen (perkontinuitatum), misalnya ke hepar, peritoneum dan lain-lain.
Stadium IV
Tumor menyebar secara hematogen ke rongga abdomen, paru-paru,otak dan tulang.
 
Sebelum diberikan kemoterapi, ada beberapa evaluasi yang harus dilakukan :
1. Anamnesa : apakah ada keluarga yang menderita willms tumor, penyakit yang menyertai, riwayat keluarga untuk kanker, kelainan kongenital, tumor jinak.
2. Diagnosa fisik : tekanan darah, berat badan, tinggi badan, hepar, lien, pembesaran kelenjar getah bening, massa abdomen (tempat dan ukuran).
Anomali : hemihipertropi, genitalia external abnormal (hipospadia, criptosidism, duplikasi ureteral, ektopik ginjal), stigmata dari sindroma beckwith-wiedeman : aniridia, hamartroma.
3. Data laboratorium 
Darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi hati, alkali phosphatase, LDH dan VMA.
Radiologi : foto thoraks (PA dan lateral), IVP, USG, CT Scan abdomen dengan kontras.
Pengobatan tumor wilms terdiri dari operasi (pembedahan), kemoterapi dan radioterapi.
 
GEJALA KLINIK
Tumor dalam perut (tumor abdomen) merupakan gejala tumor Wilms yang paling sering (75-90%), yang sebagian besar diketahui pertama kali oleh orang tua atau keluarga penderita. Kadang-kadang ditemukan secara kebetulan oleh seorang dokter pada saat melakukan pemeriksaan fisik. Tumor Wilms dapat membesar sangat cepat, yang dalam beberapa keadaan disebabkan karena terjadinya perdarahan.
Hematuri (makroskopis) terdapat pada sekitar 25% kasus, akibat infiltrasi tumor ke dalam sistem kaliks. Hipertensi ditemukan pada sekitar 60% kasus, diduga karena penekanan tumor atau hematom pada pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai darah ke ginjal, sehingga terjadi iskemi jaringan yang akan merangsang pelepasan renin, atau tumor sendiri mengeluarkan renin. Gejala lain berupa anemia, penurunan berat badan, infeksi saluran kencing, demam, malaise dan anoreksia. Pada beberapa penderita dapat ditemukan nyeri perut yang bersifat kolik, akibat adanya gumpalan darah dalam saluran kencing. Tumor Wilms tidak jarang dijumpai bersama kelainan kongenital lainnya, seperti aniridia, hemihipertrofi, anomali saluran kemih atau genitalia dan retardasi mental.
 
DIAGNOSIS
Diagnosis tumor Wilms berdasarkan atas :
- gejala klinik
- pemeriksaan radiologik (IVP dan USG), laboratorium LDH   
- dipastikan dengan pemeriksaan histopatologik jaringan tumor
Dengan pemeriksaan IVP tampak distorsi sistem pielokalises (perubahan bentuk sistem pielokalises) dan sekaligus pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui fungsi ginjal. USG merupakan pemeriksaan non invasif yang dapat membedakan tumor solid dengan tumor yang mengandung cairan. Dengan pemeriksaan USG, tumor Wilms nampak sebagai tumor padat di daerah ginjal. Hasil pemeriksaan laboratorium yang penting yang menunjang untuk tumor Wilms adalah kadar lactic dehydrogenase (LDH) meninggi dan Vinyl mandelic acid (VMA) dalam batas normal.
 
Terapi
Modalitas pengobatan tumor Wilms terdiri dari, operasi (pembedahan), kemoterapi dan radioterapi. Pada tumor stadium I dan II dengan jenis sel favorable, dilakukan operasi dengan kombinasi kemoterapi dactinomycin dan vincristin tanpa pemberian radiasi abdomen. Tumor stadium III dengan jenis sel favorable diberikan pengobatan pembedahan dengan kombinasi daktinomisin, vinkristin dan doksorubisin disertai radiasi abdomen. Untuk tumor stadium IV dengan jenis sel favorable, diberikan kombinasi daktinomisin, vinkristin dan doksorubisin. Penderita ini mendapat pula radiasi abdomen dan paru bila sudah ada penyebaran ke dalam jaringan paru. Pada kasus stadium II sampai IV dengan jenis sel anaplastik (unfavorable) diberikan pengobatan pembedahan dengan kombinasi daktinomisin, vinkristin dan doksorubisin ditambah siklofospamid. Pada penderita ini menerima pula radiasi abdomen dan paru.
 
Prognosis
Beberapa faktor menentukan prognosis, yaitu ukuran tumor, gambaran histopatologik, umur penderita dan stadium atau tingkat penyebaran tumor. Mereka yang mempunyai prognosis yang baik adalah penderita yang mempunyai ukuran tumor masih kecil, tingkat diferensiasi sel tinggi secara histopatologik, stadium masih dini atau belum ada metastasis dan umur penderita di bawah dua tahun. 
 
PROTOKOL NEFROBLASTOMA 
STADIUM I (Intermediate Grade and Aplasia)
 
Nama : ............... BB/TB/LPT: .... kg..... cm   
Umur/tanggal lahir : ............... No. CM :................
Jenis Kelamin : ..........................................   
Alamat : ..........................................   
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
1. Aron BS. Wilm’s tumor a clinical study of eighty-one patients. Cancer, 1974; 33 : 637-46.
2. Breslow N, Olsham A, Beckwith JB, Green DM. Epidemiology of Wilm’s Tumor. MPO, 1993; 21 : 172-181.
3. Cassady JR, Tefft M, Filler RM. Consideration in the radiation therapy of Wilm’s tumor. Cancer, 1973; 32 : 598-607.
4. Chintagumpala MM, Steuber CP. Nephroblastoma. Dalam : Mc Millan JA, penyunting. Oski’s pediarics principles and practice. Edisi ke-3. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 1999. h. 515-7.
5. Cowell JK, Wadey RB, Buckle BB, Pritchard J. The aniridia-Wilm’s tumor association : molecular and genetic analysis of chromosome deletions on the short arm of chromosome 11. Hum Genet, 1989; 82 : 123-6.
6. De Camargo B, Weitzman S. Nephroblastoma. Dalam : Voute PA, Kalifa C, Barret A, penyunting. Cancer in children : clinical management. Edisi ke-4. New York : Oxford; 1998. h. 259-73.
7. Ehrlich RM, Goodwin WE. The surgical treatment of nephroblastoma (Wilm’s tumor). Cancer, 1973; 32 : 1145-9.
8. Lanzkowsky P. Wilm’s Tumor. Dalam : Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-2. New York : Churchill Livingstone; 1995. h. 437-51.
9. Madden SL, Cook DM, Morris JF, Gashler A, Sukhatme VP, Rauscher FJ. Transcriptional repression mediated by the WT1 Wilms tumor gene product. Science, 1991; 253 : 1550-3.
10. Schwartz CE, Haber DE, Stanton VP, Strong LC, Skolnick MH, Housman DE. Familial predisposition to Wilms tumor does not segregate with the WT1 gene. Genomics, 1991; 10 : 927-30.
 
   

Copyright © OpenUrika 2006 Inc. Design and Programmer by Hanny Wijaya












Tumor
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Langsung ke: navigasi, cari
Lihat artikel kanker untuk artikel utama tentang tumor ganas.
Tumor (berasal dari tumere bahasa Latin, yang berarti "bengkak"), merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi. Namun, istilah ini sekarang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan jaringan biologis yang tidak normal. Pertumbuhannya dapat diogolongkan sebagai ganas ("malignant") atau jinak ("benign").
Tumor ganas disebut kanker. Kanker memiliki potensi untuk menyerang dan merusak tissue yang berdekatan dan menciptakan metastasis. Tumor jinak tidak menyerang tissue berdekatan dan tidak menyebarkan benih metastasis, tetapi dapat tumbuh secara lokal menjadi besar. Mereka biasanya tidak muncul kembali setelah penyingkiran melalui operasi.
Berdasarkan tissue awal, tumor dapat dibagi menjadi:
  Tumor asal epithelial. 
  squamous epithelium: squamous cell papilloma, squamous cell carcinoma 
  transitional epithelium: transitional cell papilloma, transitional cell carcinoma 
  basal cell (hanya di kulit): basal cell carcinoma 
  glandular epithelium: adenoma, cystadenoma, adenocarcinoma 
  tubules epithelium (ginjal): renal tubular adenoma, renal cell carcinoma (Grawitz tumor) 
  hepatosit: hepatocellular adenoma, hepatocellular carcinoma 
  bile ducts epithelium: cholangiocellular adenoma, cholangiocellular carcinoma 
  melanosit: melanocytic nevus, malignant melanoma 
  Tumor asal mesenchymal: 
  tissue berhubungan: 
  fibroma, fibrosarcoma 
  myxoma, myxosarcoma 
  chondroma, chondrosarcoma 
  osteoma, osteosarcoma (osteogenic sarcoma) 
  lipoma, liposarcoma 
  otot: 
  leiomyoma, leiomyosarcoma 
  rhabdomyoma, rhabdomyosarcoma 
  endothelium: 
  hemangioma (capillary h., cavernous h.), glomus tumor, hemangiosarcoma, Kaposi sarcoma 
  lymphangioma, lymphangiosarcoma 
  Tumor sel darah: 
  hematopoietic cells: leukemia 
  lymphoid cells: non-Hodgkin lymphoma, Hodgkin lymphoma 
  Tumor sel germ: 
  Teratoma (mature teratoma, immature teratoma) 
Tumor epithelial dianggap ganas bila dia menembus basal lamina dan dianggap jinak bila tidak.
Tumor disebabkan oleh mutasi dalam DNA sel. Sebuah penimbunan mutasi dibutuhkan untuk tumor dapat muncul. Mutasi yang mengaktifkan onkogen atau menekan gen penahan tumor dapat akhirnya menyebabkan tumor. Sel memiliki mekanisme yang memperbaiki DNA dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel untuk menghancurkan dirinya melalui apoptosis bil DNA rusak terlalu parah. Mutasi yang menahan gen untuk mekanisme ini dapat juga menyebabkan kanker. Sebuah mutasi dalam satu oncogen atau satu gen penahan tumor biasanya tidak cukup menyebabkan terjadinya tumor. Sebuah kombinasi dari sejumlah mutasi dibutuhkan.
DNA microarray dapat digunakan untuk menentukan apakah oncogene atau gen penahan tumor telah termutasi. Di masa depan kemungkinan tumor dapat dirawat lebih baik dengan menggunakan DNA microarray untuk menentukan karakteristik terperinci dari tumor.
Penuaan menyebabkan lebih banyak mutasi di DNA mereka. Ini berarti "prevalence" tumor meningkat kuat sejalan dengan penuaan. Ini juga kasus di mana orang tua yang terdapat tumor, kebanyakan tumor ini merupakan tumor ganas. Contohnya, bila seorang wanita berumur 20 tahun memiliki tumor di dadanya kemungkinan besar tumor ini adalah jinak. Namun, apabila wanita berumur 70 tahun makan kemungkinan besar tumor ini adalah ganas.










Sabtu, 20 Mei 2006 03:30
________________________________________
Kista VS Kanker Kandungan
Menyebut kata kista, rasanya termasuk kata yang cukup populer di telinga kaum perempuan. Tumor ini termasuk sering ditemukan pada perempuan usia muda yang masih melajang. Apa sebetulnya tumor berbentuk kantung yang berisi cairan atau bahan setengah padat itu? Lalu, apa hubungannya kista dengan kanker? Simak penjelasan berikut ini.
enurut dr Pribakti B SpOG (K), dokter spesialis kandungan RSUD Ulin Banjarmasin, kista biasanya berasal dari indung telur (ovarium) sehingga disebut kista ovarium. Sebagian besar kista ovarium disebabkan perubahan kadar hormon pada siklus menstruasi dari pelepasan indung telur. 
Dalam diri seorang wanita dapat tumbuh satu atau beberapa kista. Kista ovarium sering dijumpai pada wanita usia reproduksi dan sebagian besar atau 95 persen jinak. Sebagian dari kista itu menetap atau bahkan menghilang tanpa pengobatan atau operasi. Pada usia menopause, kegiatan indung telur menurun sehingga diharapkan kista akan mengecil atau menghilang. Asal usul penyebab timbulnya kista sampai sekarang belum ada jawaban pasti. Diduga ada sel-sel yang mengalami perubahan sifat. Kista umumnya tanpa gejala atau tanda. Bila kista terpelintir atau pecah akan menimbulkan rasa sakit terutama pada perut bawah. Bila kista besar, perut terasa membesar dan perasaan penuh, kadang-kadang menstruasi sakit. 
"Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam rongga panggul, ultrasonografi (USG) melalui perut atau vagina, pemeriksaan darah khususnya tes penanda tumor CA 125, pemeriksaan kliinik dan penunjang untuk membantu perencanaan pengobatan dan jenis operasi," beber Pribakti. 
Apa tanda-tanda kista yang mengarah ke kanker?
Terjadinya pembesaran perut yang cepat, teraba/terasa ada benjolan padat dalam perut, mual atau nyeri ulu hati yang tidak menghilang, hilang nafsu makan, berat badan menurun dan perasaan nyeri di rongga panggul.
Pada beberapa kasus, kista memerlukan tindakan operasi segera atas indikasi kista berdiameter lebih besar dari 5 cm dan telah diobservasi 6-8 minggu tanpa ada pengecilan tumor, ada bagian padat dari dinding tumor, dinding tumor bagian dalam berjonjot /multilokulare. Indikasi lainnya adalah ukuran kista lebih besar 10 cm dan ada cairan bebas dalam perut, tumor terba pada usia sebelum menstruasi atau sesudah menopause dan dugaan terpelintir atau pecah.
Kanker Kandungan
Lain kista, lain lagi dengan kanker kandungan. Ada beberapa kanker yang termasuk dalam golongan penyakit ini. Seperti kanker leher rahim, kanker rahim dan kanker indung telur.
Masing-masing memiliki faktor risiko berbeda. Untuk kanker leher rahim berdasarkan statistik di Indonesia, kanker leher rahim/serviks adalah kanker wanita tertinggi. Hal ini terjadi karena kaum wanita enggan melakukan pemeriksaan pap smear. Maklumlah, mungkin ketika bersalin, wanita terpaksa membuka organ intimnya kepada orang selain suami. 
Adapun penyebabnya sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Tapi ada beberapa wanita yang mempunyai peluang terkena kanker leher rahim lebih tinggi dibandingkan wanita lain, antara lain wanita yang mulai berhubungan seks sejak usia muda, wanita yang sering berganti-ganti pasangan, wanita yang mempunyai banyak anak atau sering melahirkan, wanita yang mengalami infeksi HPV (Human Papiloma Virus). Selain itu, beberapa kebiasaan buruk juga bisa memicu terjadinya kanker leher rahim ini, misalnya merokok, mengonsumsi minuman keras dan cara hidup yang kurang bersih.
Gejalanya antara lain adalah keputihan yang sulit sembuh dan berbau busuk, sering terjadi perdarahan dan nyeri saat bersenggama . Pada stadium dini keadaan penderita masih baik, tetapi pada stadium lanjut keadaan umum dapat mengalami kemerosotan kesehatan. Penderita akan tampak pucat, kurus, nafsu makan menurun, mengeluarkan keputihan disertai darah terus menerus, keputihan dapat bercampur darah dan berbau, perut bagian bawah terasa sesak dan disertai nyeri, tungkai bagian bawah dapat bengkak karena bendungan pada pembuluh darah balik di kaki. Pada stadium lanjut, pengobatan dilakukan dengan penyinaran ronsen (radiasi) dan memberikan kemoterapi (obat anti kanker) yang hasilnya tidak terlalu memuaskan. 
Cara untuk mendeteksi apakah anda menderita kanker leher rahim adalah dengan pap smear. Jika hasil pap smear ini menunjukkan keraguan atau tidak normal maka dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan.
Kanker Rahim
Penyakit ini disebut juga kanker endometrium ini paling sering dialami oleh wanita berusia 50-60 tahun. Kanker ini makin banyak jumlahnya karena makin banyak wanita usia lanjut. Bila pada kanker leher rahim gejala khasnya adalah kontak berdarah maka pada kanker rahim, keluhan utamanya adalah perdarahan pasca menopause artinya perdarahan terjadi kembali setelah mati haid. Penyebab kanker rahim belum pasti diketahui, namun ada beberapa teori yang mengaitkannya dengan ketidakseimbangan hormon yang menyebabkan terjadinya tumor ganas pada lapisan dalam rahim (endometrium).
Lebih sering ditemukan pada wanita gemuk, penderita diabetes mellitus (kencing manis), tekanan darah tinggi (hipertensi) dan belum pernah hamil.Biasanya ditemukan pada ibu-ibu yang sedang dikuret.
Gejala-gejalanya berupa sakit pada panggul, terjadi perdarahan pada wanita menopause, sakit sewaktu berhubungan seks, sakit berkemih, perasaan lelah terus menerus, nyeri perut bagian bawah atau kram panggul, pada wanita umur 40 tahun keatas sering terjadi pendarahan berat.Saat ini belum ada metode skrining yang ideal untuk mendeteksi secara dini kanker endometrium. Namun demikian upaya penapisan harus ditujukan pada golongan wanita yang berisiko terkena kanker endometrium. Metoda yang dianjurkan adalah aspirasi kuretase kavum uteri untuk pemeriksaan sitologik (patologi anatomi).
Pencegahannya dengan menghindari faktor-faktor risiko seperti menghindari dan mengobati obesitas (kegemukan), memilih pil KB kombinasi dan pengawasan pemberian pengobatan hormon estrogen. Juga dengan melakukan aspirasi kuretase pada wanita pascamenopause yang gemuk dengan riwayat keluarga kanker endometrium dan payudara, wanita menopause pada usia lebih dari 52 tahun dan pada wanita premenopause dengan siklus anovulatoar yang lama.
Kanker Indung Telur
Seperti kanker kandungan lainnya kanker orvarium susah ditemukan lebih awal karena sering tidak menunjukkan gejala. Ketika gejalanya tiba para wanita mengabaikannya karena mungkin samar-samar dan mirip gejala rutin pra menstrusasi, tidak nyaman pada perut bagian bawah, kurang nafsu makan dan perut berasa penuh, tidak sanggup mencernak, muntah dan berat badan menurun. Tahu-tahu beberapa waktu kemudian, kanker sudah tumbuh sebelum menyebabkan gejala yang khas kanker. 
Adapun yang diduga sebagai penyebab, misalnya hormon-hormon tertentu, seperti hormon estrogen dikatakan bisa menyebabkan kanker orvarium. Pola makanan tertentu misalnya menggunakan lemak hewani juga bisa menjadi penyebab.
Untuk mendeteksi awal yang paling bagus adalah dengan pemeriksaan organ dalam yang kemudian diperkuat dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG) dimana untuk mengetahui bentuk morfologi ovarium, serta pemeriksaan tumor marker (petanda tumor). Dengan pemeriksaan itu, stadium awal kanker akan kelihatan dan bisa diambil suatu diagnosis kemungkinan ganas atau tidak. Pengobatan utama kanker ovarium adalah operasi. yeyen
________________________________________

Copyright © 2003 Banjarmasin Post




Kamis, 18 September 2008

aLet,, ka eLLa,, nu2

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

LAPORAN PENDAHULUAN
(PASIEN DI RUANG PENYAKIT DALAM)



LAPORAN PENDAHULUAN

ASITES

A. PENGERTIAN

Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal dirungga perut sering dikatakan penimbunan asites merupakan tanda prognosis yang kurang baik dan pengelolaan penyakitnya menjadi semakin sulit,asites juga dapat menjadi sumber lnfeksi seperti setiap penimbunan cairan secara abnormal dirungga tubuh yang lain infeksi akan lebih memperberat perjalanan penyakit dasarnya.

II. ETIOLOGI

Secara morfologis, sirosis dibagi atas jenis mikronodular (poral), mikrodonolar (pascanekrotik) dan jenis campuran, sedang dalam klinik dikenal 3 jenis, yaitu portal, pascanokretik, dan biller. Penyakit penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara lain mal nutrisi, alkoholesme, virus hepatis, kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika, penyakit wilson, hemokromatosis, zat toksik, dan lain-lain.

III. PATOFISIOLOGI

Penimbunan asites ditentukan oleh 2 faktur yang penting yakni faktor lokal dan sistemik.

1. Faktor lokal

Bertanggung jawab terhadap penimbunan cairan dirongga perut, faktor lokal yang penting adalah cairan sinusoid hati dan sistem kapiler pembuluh darah usus.

2. Faktor sistemik

Bertanggung jawab terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem cardiovaskuler dan ginjal yang menimbun retensi air dan garam. Faktor utama sebagai pencetus timbulnya retensi air dan garam oleh ginjal adalah vasodilatasi arteri perifer mula-mula akan terjadi peningkatan tahananan sistem porta dan diikuti terbentuknya pitas porta sistemik baik intra maupun ektra hati apabila struktur perubahan parenkim semakin berlanjut, pembentukan pintas juga semakin berlanjut, vasodilatasi juga akan menjadi berat, sehingga tidak hanya sirkulasi splankrik,tetapi ditempat lain misalnya : kulit otot dan paru. Vasodilatasi arteri feriver akan menyebabkan ketahanan tahanan ferifer menurun tubuh akan menafsirkan seolah-olah menjadi penurun volome efektif darah arteri reaksi yang dilakukan untuk melawan keadaan itu adalah meningkatkan tonos saraf simpatik adrenergik. Hasil akhirnya adalah aktivitas terhadap 3 sistem vasokonstriktor yakni sistem renin-angiostensin, aldesteron, arginin vasopresin dan saraf simpatik aktivasi sistem arginin vasopresin akan menyebabkan retensi air, sistem aldesteron akan menyebabkan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan meningkatkan reapsorpsi garam pada tubulus progsimal, disamping itu sistem vaskuler juga akan terpengaruh oleh aktivitasi ketiga vaso kontriktor tersebut.

Apabila terjadi sirosis hatisemakin berlambat, vasodilatasi arteri ferifer akan menjadi semakin berat sehingga aktivitasi sistem neoru homoral akan mampu menimbulkan asites. Disdamping itu, aktivasi sistem neurohumoral yang terumenerus tetapi akan menimbulkan perubahan fungsi ginjal yang semakin nyata sehingga terjadi sindrom heparorenal.

IV. MANIFESTASI KLINIK

Asites lanjut sangat mudah dikenali pada inspeksi, akan tampak perut membuncit pada umumnya gizi kurang, otot atrofi dan pada bagian besar kasus dapat dijumpai stigmata hati kronik. Pada saat pasien tidur terlentang, pembesaran perut akan nampak mencolok kesamping kanan dan kiri seperti perut kodok letak umbilikus tergeser kekaudal mendekati sismfisis pubis, sering dijumpai hernia umbilikalis kiri tekanan intara abdomen yang meninggi sedangkan otot-otot atrofi sehingga kekuatannya berkurang, tanda-tanda visis lain menunjukkan adanya akumilasi cairan dalam rongga perut. Perut antar lain : pekak samping (Flank dullness) pekak alih (shiffing dulinees)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Adanya anemia, gangguan faal hati (penurunan kadar albumen serum,peninggian kadar globulin serum,penurunan kadar bilirubin direk dan inderik),penurunan enzim kolenisterase, serta peninggian SGOT dan SGPT.

Pemeriksaan khusus untuk menilai adanya asites yang masih sedikit, misalnya dengan paddle singn pemerisaan penunjang yang dapat diberikan informasi dalam keadaan ini adalah USG

Fungsi dioagnostik sebaiknya dilakukan pada setiap pasien baru. Dari pemeriksaan cairan asites dapat diketahui adanya keganasan . infeksi premer atau sekunder, eksudat, kilus atau transudasi.

VI. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan asites :

1. Istirat dan diet rendah garam. Dengan istirahan dan diet rendah garam (200-500mg perhari), kadang-kadang asites dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam , hanya sampai 1 liter atau kurang.

2. Bila dengan istirat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak dapat perubahan.

3. Bila terjadi asites reflakter (asites yang tidak dapat dokendalikan dengan terafi medikamentosa yang intensif). Dilakukan terapi para sintesis. Walau pun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kono dan setempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasintesis banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umumnya parasentisis aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6-8 g untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70%. Walau pun demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah parasintase, pengaturan diet rendah garam dan diuritek biasanya tetap diterlukan.

4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/2 hari/keseimbangan cairan negatif 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat,dapat mencetuskan ensefalopati hepatik.

VII. PROGNOSIS

Pada umumnya dikatakan terbentuknya asites merupakan pertanda prognosis yang tidak baik. Kemungkinan hidup sampai satu tahun hanya kira-kira 50% dan sampai 5 tahun kira-kira 20%. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah perubahan hemodinamika sistem porta, sistem vaskular sistemik dan fungsi ginjal, ketiga faktor itu lebih penting dari pada tes fungsi hati konvensial yang bisa digunakan.



LAPORAN PENDAHULUAN

KOLESTITIS KRONIK

1st. PENGERTIAN

Kolestitis Kronik adalah reaksi inflamasi dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan. Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih belum jelas.

2nd. ETIOLOGI

Faktor yang mendorong / mempengaruhi timbulnya serangan kolestitis kronis adalah statis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utamanya adalah batu kandung empedu 90 % yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan statis cairan empedu, sedang sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kostitis akut akal kulus). Bagaimana statis di duktus sistikus dapat menyababkan kolestitis akut masih belum jelas.

Di perkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolisitin dan protagladin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu di ikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi (nanah karena bakteri piegon)

3rd. GEJALA KLINIS

Keluhan yang khas untuk serangan kolestitis adalah kolik perut disebelah kanan atas atau epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perfarasi kandung empedu.

Pada kepustakaan berat sering dilaporkan bahwa pasien kolestitis akut umumnya wanita, gemuk, berusia diatas 40 tahun, tetapi menurut Lesmana L.A,dkk, hal ini sering tidak sesuai untuk pasien-pasien dinegara kita.

Pada pemeriksaan fisik teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda murphy).

Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umunya derajat ringan (bilirubin <>

4th. MANIFESTASI KLINIS

1. Gangguan pencernaan, mual dan muntah

2. Nyeri perut kanan atas atau kadang-kadang hanya rasa tidak enak di epigastrium

3. Yang khas yaitu nyeri yang menjalar kebahu atau subkapula

4. Demam dan ikterus (bila terdapat batu di duktus koledikus sistikus)

5. Gejala nyeri perut bertambah bila makan banyak berlemak

Pada pemeriksaan fisis didapati tanda-tanda lokal seperti nyeri tekan dan defans muskular, kadang-kadang empedu yang membengkak dan diselubungi omentum dapat teraba, nyeri tekan disertai tanda-tanda pentanitis lokal. Tanda murphy terjadi bila inspirasi maksimal terhenti pada penekanan perut ke atas.

5th. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolestitis. Hanya pada 15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak.

Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolestitis akut. USG sebaiknya dikerjakan secara rutin karena sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekatan dan ketepatan USG mencapai 90 -95 %.

Sxintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau GGN TCG iminodiacetic mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi tekhnik ini tidak mudah terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau sentigrafi menyokong kolesistitis.

Pada pemeriksaan CT Scan abdomen dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.

6th. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Konservatif pada keadaan akut

One. Bila penyakit berat, pasien perlu dirawat dan diberi cairan per infus.

Two. Istirahat tirah baring

Three. Puasa, pasang pipa Nasogastrik

Four. Analgesik, antibiotik

2. Bila gagal dengan pengobatan konservatif atau terdapat toksemia yang progresif perlu dilakukan kolesistektomi. Hal ini perlu untuk mencegah terjadinya komplikasi (gangren, perforasi, empiema, pankreatitis dam kalangitis)

Sebaiknya kolesistektomi dikerjakan pula pada serangan yang berulang-ulang

7th. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan obstruksi /spasme duktus, proses inflamasi dan iskemia jaringan.

Intervensi:

- Observasi dan catat lokasi dan karakter nyeri (menetap, hilang timbul, kolik)

- Catat respon terhadap nyeri

- Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.

- Kontrol suhu lingkungan

- Dorong menggunakan tekhnik relaksasi

Kolaborasi:

- Antikolinergik: Atropin, Propentelin (Pro-banthine)

- Sedatif: Fenobarbital

- Narkotik: Meperidin hidroklorida

- Monoktanoin

- Relaksasi otot halus

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengisapan gaster berlebihan; muntah, distensi, hipermotilitas gaster

Intervensi:

- Kaji membran mukosa / kulit

- Awasi tanda / gejala peningkatan, kram abdomen, kelemahan, kejang, kecepatan jantung tak teratur, hipoaktif / tidak adanya bising usus

- Hindarkan dari lingkungan yang berbau

- Lakukan kebersihan oral

Kolaborasi:

- Beri antiemetik: Compazine

- Kaji ulang pemeriksaan lab

- Beri IV, elektrolit dan Vit. K

3. Gangguan kebutuhan nutrisi; gangguan pencernaan lemak berhubungan dengan obstruksi aliran empedu

Intervensi:

- Kaji distensi abdomen

- Hitung pemasukan kalor, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal.

- Berikan suasana menyenangkan pada saat makan

- Ambulasi dan tingkatkan aktifiats sesuai toleransi

Kolaborasi:

- Tambahkan diet sesuai toleransi, tinggi serat, rendah lemak

- Berikan gambaran empedu

- Awasi pemeriksaan lab

- Berikan dukungan nutrisi lokal sesuai kebutuhan

4. Gangguan rasa cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

Intervensi:

- Berikan penjelasan tentang prognosis

- Kaji ulang proses penyakit

- Anjurkan pasien untuk menghindari makanan /minuman tinggi lemak.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes E. Maryllin, 1999. “Rencana Asuahan Keperawatan”. Edisi III. Jakarta; Buku Kedokteran. EGC

Mansjoer. Arif; Triyanti, Kuspuji; Savitri, Rakhmi; Wahyu, dkk, 1999.” Kapita Selekta Kedokteran”.Media Aescupalius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Syaifoellah H.M. Prof.dr, 1996.”Buku Ajar Penyakit Dalam”. Jilid 1a FKUI.

LAPORAN PENDAHULUAN

KOLESTITIS KRONIK

1st. PENGERTIAN

Kolestitis Kronik adalah reaksi inflamasi dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan. Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih belum jelas.

2nd. ETIOLOGI

Faktor yang mendorong / mempengaruhi timbulnya serangan kolestitis kronis adalah statis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utamanya adalah batu kandung empedu 90 % yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan statis cairan empedu, sedang sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kostitis akut akal kulus). Bagaimana statis di duktus sistikus dapat menyababkan kolestitis akut masih belum jelas.

Di perkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolisitin dan protagladin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu di ikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi (nanah karena bakteri piegon)

3rd. GEJALA KLINIS

Keluhan yang khas untuk serangan kolestitis adalah kolik perut disebelah kanan atas atau epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perfarasi kandung empedu.

Pada kepustakaan berat sering dilaporkan bahwa pasien kolestitis akut umumnya wanita, gemuk, berusia diatas 40 tahun, tetapi menurut Lesmana L.A,dkk, hal ini sering tidak sesuai untuk pasien-pasien dinegara kita.

Pada pemeriksaan fisik teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda murphy).

Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umunya derajat ringan (bilirubin <>

4th. MANIFESTASI KLINIS

1. Gangguan pencernaan, mual dan muntah

2. Nyeri perut kanan atas atau kadang-kadang hanya rasa tidak enak di epigastrium

3. Yang khas yaitu nyeri yang menjalar kebahu atau subkapula

4. Demam dan ikterus (bila terdapat batu di duktus koledikus sistikus)

5. Gejala nyeri perut bertambah bila makan banyak berlemak

Pada pemeriksaan fisis didapati tanda-tanda lokal seperti nyeri tekan dan defans muskular, kadang-kadang empedu yang membengkak dan diselubungi omentum dapat teraba, nyeri tekan disertai tanda-tanda pentanitis lokal. Tanda murphy terjadi bila inspirasi maksimal terhenti pada penekanan perut ke atas.

5th. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolestitis. Hanya pada 15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak.

Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolestitis akut. USG sebaiknya dikerjakan secara rutin karena sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekatan dan ketepatan USG mencapai 90 -95 %.

Sxintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau GGN TCG iminodiacetic mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi tekhnik ini tidak mudah terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau sentigrafi menyokong kolesistitis.

Pada pemeriksaan CT Scan abdomen dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.

6th. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Konservatif pada keadaan akut

One. Bila penyakit berat, pasien perlu dirawat dan diberi cairan per infus.

Two. Istirahat tirah baring

Three. Puasa, pasang pipa Nasogastrik

Four. Analgesik, antibiotik

2. Bila gagal dengan pengobatan konservatif atau terdapat toksemia yang progresif perlu dilakukan kolesistektomi. Hal ini perlu untuk mencegah terjadinya komplikasi (gangren, perforasi, empiema, pankreatitis dam kalangitis)

Sebaiknya kolesistektomi dikerjakan pula pada serangan yang berulang-ulang

7th. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan obstruksi /spasme duktus, proses inflamasi dan iskemia jaringan.

Intervensi:

- Observasi dan catat lokasi dan karakter nyeri (menetap, hilang timbul, kolik)

- Catat respon terhadap nyeri

- Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.

- Kontrol suhu lingkungan

- Dorong menggunakan tekhnik relaksasi

Kolaborasi:

- Antikolinergik: Atropin, Propentelin (Pro-banthine)

- Sedatif: Fenobarbital

- Narkotik: Meperidin hidroklorida

- Monoktanoin

- Relaksasi otot halus

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengisapan gaster berlebihan; muntah, distensi, hipermotilitas gaster

Intervensi:

- Kaji membran mukosa / kulit

- Awasi tanda / gejala peningkatan, kram abdomen, kelemahan, kejang, kecepatan jantung tak teratur, hipoaktif / tidak adanya bising usus

- Hindarkan dari lingkungan yang berbau

- Lakukan kebersihan oral

Kolaborasi:

- Beri antiemetik: Compazine

- Kaji ulang pemeriksaan lab

- Beri IV, elektrolit dan Vit. K

3. Gangguan kebutuhan nutrisi; gangguan pencernaan lemak berhubungan dengan obstruksi aliran empedu

Intervensi:

- Kaji distensi abdomen

- Hitung pemasukan kalor, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal.

- Berikan suasana menyenangkan pada saat makan

- Ambulasi dan tingkatkan aktifiats sesuai toleransi

Kolaborasi:

- Tambahkan diet sesuai toleransi, tinggi serat, rendah lemak

- Berikan gambaran empedu

- Awasi pemeriksaan lab

- Berikan dukungan nutrisi lokal sesuai kebutuhan

4. Gangguan rasa cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

Intervensi:

- Berikan penjelasan tentang prognosis

- Kaji ulang proses penyakit

- Anjurkan pasien untuk menghindari makanan /minuman tinggi lemak.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes E. Maryllin, 1999. “Rencana Asuahan Keperawatan”. Edisi III. Jakarta; Buku Kedokteran. EGC

Mansjoer. Arif; Triyanti, Kuspuji; Savitri, Rakhmi; Wahyu, dkk, 1999.” Kapita Selekta Kedokteran”.Media Aescupalius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Syaifoellah H.M. Prof.dr, 1996.”Buku Ajar Penyakit Dalam”. Jilid 1a FKUI.



LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

1st. PENGERTIAN

Dengue Haemorrhagic Fever atau yang sering disebut DHF adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus Dengue yang dapat ditandai dengan adanya manifestasi perdarahan dari tendensi untuk terjadinya Dengue Syok Syndrome (DSS) dan kematian.

2nd. ETIOLOGI

Virus Dengue termasuk golongan ARBO virus B. virus ini masuk pada tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypthi (betina). Virus dengue dibedakan atas empat serotive, yaitu:

- Virus Den 1

- Virus Den 2

- Virus Den 3

- Virus Den 4

Keempat serotive virus tersebut ada di Indonesia. Dengue 3 merupakan serotive yang paling banyak beredar.

3rd. PATOFISIOLOGI

Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstra seluler.

Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti hepatomegali, pembesaran getah bening dan pembesaran limpa (splenomegali).

Hemokonsentrasi (peningkatan >20%) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (pembesaran) plasma (plasma leakage) sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.

4th. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13-15 hari.

Penderita biasanya mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba), disertai menggigil. Saat demam pasien composmentis.

Gejala klinis lain yang timbul dan sangat menonjol adalah terjadinya perdarahan yang dapat berupa:

- Perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematom)

- Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuria dan melena.

Pada pasien Dengue Haemorhagic Fever biasa dijumpai:

- Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk , pilek, sakit waktu menelan

- Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, tidak nafsu makan (anoreksia), diare, konstipasi.

- Keluhan sistem tubuh lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi (Break Bone Fever), nyeri ulu hati, kemerahan pada kulit, dll.

Pada penderita Dengue Haemorrhagic Fever sering dijumpai pembesaran hati (hepatomegali), limpa, dan kelenjar getah bening yang akan kembali normal pada masa penyembuhan.

5th. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Foto Thorax (X-Ray)

Merupakan data penunjang untuk mengetahui kemungkinan dijumpainya Pleura Efusion, pada pemeriksaan USG hepatomegali dan splenomegali

2. Pemeriksaan Serologi

Untuk pengukuran liter anti body pasien dengan cara Haemaglutination Inhibition Test (HI Test) atau uji pengikatan komplemen dengan mengambil darah vena 2-5 ml

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan data seperti:

- Hb (untuk mengetahui peningkatan hematokrit)

- Leukosit

- Hemokonsentrasi

- Trombosit

- Faktor pembekuan

- LED

- Eritrosit

6th. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Tirah baring

2. Diet makanan lunak

3. Minum banyak (2-2,5 liter / 24 jam)

4. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat atau NaCl Faali)

5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam

6. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

7th. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses penyakit (viremia)

Intervensi:

- Kaji saat timbulnya demam

- Observasi tanda-tanda vital: suhu, nadi, pernafasan setiap 3 jam atau lebih sering.

- Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia dan sakit saat menelan.

Intervensi:

- Kaji keluhan mual, sakit menelan dan muntah yang dialami pasien

- Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur, tim dan hidangkan saat masih hangat

- Menjelaskan manfaat makanan /nutrisi bagi pasien terutama saat pasien sakit.

3. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan mekanisme patologis (proses penyakit)

Intervensi:

- Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien dengan memberi rentang nyeri (0-4)

- Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri seperti budaya, pendidikan, dll.

4. Potensial terjadi infeksi berhubungan dengan pemasangan infus.

Intervensi:

- Lakukan tekhnik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus

- Mengobservasi daerah pemesangan infus setiap hari

- Amati kelancaran tetesan infus.

- Segera cabut infus jika tampak adanya pembengkakan atau plebetis.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito L.J, 1999. “Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif”.Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 Jakarta; EGC.

Doengoes E. Maryllin, 1999. “Rencana Asuahan Keperawatan”. Edisi III. Jakarta; Buku Kedokteran. EGC

Harsono, 1996.” Kapita Selekta Neurologi”. Jilid 1. Edisi 2. Yokyakarta; Fakultas Kedokteran. UGM.

Mansjoer. Arif, dkk, 1982.” Kapita Selekta Kedokteran”. Jilid I. Edisi 3. Jakarta; FKUI

Tucker.S.M,dkk,1998.”Standar Keperawatan Pasien”. Proses Keperawatan, Diagnosa dan Evaluasi. Edisi V. Jakarta; Buku Kedokteran. EGC.



LAPORAN PENDAHULUAN

DIARE

1. Pengertian.

Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair.

2. Etiologi.

a) Faktor Infeksi :

Bakteri; Enteropathogenic Escherichia Coli, Salmonella, Shigella, Yersinia Enterocolitica.

Virus; Enterovirus – Echoviruses, Adenovirus, Human Retrovirua seperti agent, Rotavirus.

Jamur; Candida Enteritis.

Parasit; Giardia Clamblia, Crytosporidium.

Protozoa.

b) Bukan Faktor Infeksi :

Alergi makanan; susu, protein.

Gangguan metabolik atau malabsorbsi; penyakit celiac, Cystic Fibrosis pada pankreas.

Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan.

Obat-obatan; Antibiotik.

Penyakit usus; Colitis Ulserative, Crohn Disease, Enterocolitis.

Emosional atau stress.

Obstruksi usus.

c) Penyakit infeksi; Otitis Media, infeksi saluran nafas atas, infeksi saluran kemih.

3. Patofisiologi.

Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebihan.

Cairan, sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstraselular ke dalam tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit, dan dapat terjadi asidosis metabolik.

Diare yang terjadi merupakan proses dari :

Transport aktif akibat rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus. Sel dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit.

Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan bahan-bahan makanan. Ini terjadi pada sindrom malabsorbsi.

Meningkatnya motilitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan absorbsi intestinal.





Kematian


Tahapan dehidrasi dari Ashwill and Droske ( 1997 ) :

Dehidrasi ringan; berat badan menurun 3% - 5%, dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 ml/kg.

Dehidrasi sedang; berat badan menurun 6% - 9%, dengan volume cairan yang hilang 50 – 90 ml/kg.

Dehidrasi berat; berat badan menurun lebih dari 10%, dengan volume cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kg.

Menilai Derajat Dehidrasi Penderita

Cara Menilai Dehidrasi

Penilaian

A

B

C

Lihat;

Keadaan umum.

Mata.

Air mata.

Mulut dan lidah.

Rasa haus.

Baik, sadar.

Norma.

Ada.

Basah.

Minum biasa / tidak haus.

Gelisah

Cekung.

Tidak ada.

Kering.

Haus, banyak minum.

Kesadaran turun dan atau tidak sadar.

Sangat cekung dan kering.

Tidak ada.

Sangat kering.

Sedikit minum atau tidak bisa minum.

Periksa turgor kulit.

Kembali cepat.

Kembali lambat (2 dtk)

Kembali sangat lambat ( > 2 dtk ).

Derajat dehidrasi

Tanpa dehidrasi

Dehidrasi ringan / sedang.

Bila ada tanda-tanda ditambah 1 atau lebih tanda lain.

Dehidrasi berat.

Bila ada 1 tanda-tanda ditambah 1 atau lebih tanda lain.

4. Komplikasi.

Dehidrasi.

Hipokalemia.

Hipokalsemia.

Cardiac dysrhythmias akibat hipokalemia dan hipokalsemia.

Hiponatremia.

Syok hipovolemik.

Asidosis.

5. Manifestasi Klinis.

Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.

Terdapat tanda dan gejala dehidrasi; turgor kulit jelek ( elastisitas kulit menurun ), ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering.

Keram abdominal.

Demam.

Mual dan muntah.

Anoreksia.

Lemah.

Pucat.

Perubahan tanda-tanda vital; nadi dan pernafasan cepat.

Menurun atau tidak ada pengeluaran urine.

6. Pemeriksaan Diagnostik.

Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan.

Kultur tinja.

Pemeriksaan elektrolit, BUN, Creatinine dan glukosa.

Pemeriksaan tinja; pH, leukosit, glukosa dan adanya darah.

7. Penatalaksanaan Terapeutik.

Penanganan fokus pada penyebab.

Pemberian cairan dan elektrolit; oral ( seperti; pedialyte atau oralit ) atau terapi parenteral.

Pada bayi, pemberian ASI diteruskan jika penyebab bukan dari ASI.

8. Penatalaksanaan Perawatan.

a) Pengkajian.

Kaji riwayat diare.

Kaji status hidrasi; ubun-ubun, turgor kulit, mata, membran mukosa mulut.

Kaji tinja; jumlah, warna, bau, konsistensi dan waktu buang air besar.

Kaji intake dan output ( pemasukan dan pengeluaran ).

Kaji berat badan.

Kaji tingkat aktifitas anak.

Kaji tanda-tanda vital.

b) Diagnosa Keperawatan.

1) Kurangnya volume cairan B.D seringnya buang air besar dan encer.

2) Resiko gangguan integritas kulit B.D seringnya buang air besar.

3) Resiko infeksi pada orang lain B.D terinfeksi kuman diare atau kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyebaran penyakit.

4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh B.D menurunnya intake ( pemasukan ) dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan.

5) Kurangnya pengetahuan B.D perawatan anak.

6) Cemas takut pada anak / orang tua B.D hopitalisasi dan kondisi sakit.

c) Rencana Keperawatan.

1) Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal yang ditandai dengan pengeluaran urine sesuai, pengisian kembali kapiler ( capillary refill ) kurang dari 2 detik, turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, dan berat badan tidak menunjukan penurunan.

2) Anak tidak menunjukan gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit utuh dan tidak lecet.

3) Tidak terjadi penularan diare pada orang lain.

4) Anak toleran dengan diit yang sesuai yang ditandai dengan berat badan dalam batas normal, dan tidak terjadi kekambuhan diare.

5) Orang tua dapat berpartisipasi dalam perawatan anak.

6) Anak dan orang tua menunjukan rasa cemas atau takut berkurang yang ditandai dengan orang tua aktif merawat anak, bertanya dengan perawat atau dokter tentang kondisi dan klarifikasi, dan anak tidak menangis.

d) Implementasi Keperawatan.

1) Meningkatkan hidrasi dan keseimbangan elektrolit.

Kaji status hidrasi; ubun-ubun, mata, turgor kulit dan membran mukosa.

Kaji pengeluaran urine; gravitasi urine atau berat jenis urine (1,005 – 1,020) atau sesuai dengan usia pengeluaran urine 1 – 2 ml/kg perjam.

Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan.

Monitor tanda-tanda vital.

Pemeriksaan laboratorium sesuai program; elektrolit, Ht, pH dan serum albumin.

Pemberian cairan dan elektrolit sesuai protokol ( dengan oralit, dan cairan parenteral bila indikasi ).

Pemberian anti diare dan anti biotik sesuai program.

Anak diistirahatkan.

2) Mempertahankan keutuhan kulit.

Kaji kerusakan kult atau iritasi setiap buang air besar.

Gunakan kapas lembab dan sabun bayi ( atau pH normal ) untuk membersihkan anus setiap buang air besar.

Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab.

Ganti popok / kain apabila lembab atau basah.

Gunakan obat cream bila perlu untuk perawatan perineal.

3) Mengurangi dan mencegah penyebaran infeksi.

Ajarkan cara mencuci tangan yang benar pada orang tua dan pengunjung.

Segera bersihkan dan angkat bekas buang air besar dan tempatkan pada tempat khusus.

Gunakan standar pencegahan unversal ( seperti; gunakan sarung tangan dll ).

Tempatkan pada ruangan yang khusus.

4) Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang optimum.

Timbang berat badan anak setiap hari.

Monitor intake dan output ( pemasukan dan pengeluaran ).

Setelah rehidrasi, berikan minuman oral dengan sering dan makanan yang sesuai dengan diit dan usia dan atau berat badan anak.

Hindari minuman buah-buahan.

Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan.

Bagi bayi, ASI tetap diteruskan.

Bila bayi tidak toleran dengan ASI berikan formula yang rendah laktosa.

5) Meningkatkan pengetahuan orang tua.

Kaji tingkat pemahaman orang tua.

Ajarkan tentang prinsip diit dan kontrol diare.

Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya cuci tangan untuk menghindari kontaminasi.

Jelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan.

Jelaskan pentingnya kebersihan.

6) Menurunkan rasa takut / cemas pada anak dan orang tua.

Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan takut dan cemas; dengarkan keluhan orang tua dan bersikap empati, dan sentuhan terapeutik.

Gunakan komunikasi terapeutik; kontak mata, sikap tubuh dan sentuhan.

Jelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan pada anak dan orang tua.

Libatkan orang tua dalam perawatan anak.

Jelaskan kondisi anak, alasan pengobatan dan perawatan.

e) Perencanaan Pemulangan.

Jelaskan penyebab diare.

Ajarkan untuk mengenal komplikasi diare.

Ajarkan untuk mencegah penyakit diare dan penularan; ajarkan tentang standar pencegahan.

Ajarkan perawatan anak; pemberian makanan dan minuman ( misalnya; oralit ).

Ajarkan mengenal tanda-tanda dehidrasi, ubun-ubun dan mata cekung, turgor kulit tidak elastis, membran mukosa kering.

Jelaskan obat-obatan yang diberikan; efek samping dan kegunaannya.

Konsep dasar

D E M A M T Y P H O I D

A. PENGERTIAN

Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran cerna, dengan gejala demam yamh lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.

B. ETIOLOGI

Etiologi demam typhoid adalah Salmonella Typhii, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora.

C. PATOFISIOLOGI

Kuman S.Typhi




Mak/min tercemar Tubuh melalui

Mulut




Anoreksia Lambung sebagian mati

Usus halus




Mokusa usus halus

Jaringan Limfoid

Plaque peyer

(kumpulam folikel limfoid) Hb turun










Bagian ujung usus halus ileum terminalis komplikasi perdarahan

Dan perforasi intestinal

Kuman lamina propia aliran linfe hipertropi




Ductus troracicus aliran darah bakterimia primer

Melalui sirkulasi portal Kuman lain masuk

Mencapai hati




Bersarang di plaque, limpa

Hati dan bagian retikoluendotelial


Bakterimia sekunder

Demam disebabkan karena S. Typhii dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

D. TANDA DAN GEJALA

Gambaran klinik demam typoid pada anak lebih ringan dari ada orang dewasa. Masa tunas 10 – 20 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodormal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang menyusul gambaran klinik yang biasa ditemukan.

1. Demam

Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris rimeten dan suhu tidak tinggi sekali.

2. Gambaran saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas tidak sedap, bibir kering, pecah-pecah. Tidah tertutup selaput kotor (coated tongue). Padaabdomen dapat ditemukan nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapatdiare atau normal.

3. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran menurun walaupun ida berapa daam yaitu apatis sampai samnolen.

E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Darah tepi

Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit, nilai normal leukosit adalah 7000 – 8000 / mm3 . Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pada kebanyakan kasus tifoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada dalam batas-batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi dan infeksi sekunder.

2. Darah untuk kultur ( biakan empedu )

Biakan empedu untuk menemukan salmonella merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis tifus abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya.

Biakan empedu basil salmonella dapat ditemukan dalam darah passien dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam feces dan urin, dan mungkin akan tetap positif dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakkan diagnosis. Sedangakan pemeriksaan negatif 2 kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwapasien telah benar sembuh dan tidak menjadi pambawa kuman (carrier).

3. Widal test

Widal test adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dengan antibodi ( aglutinin ). Aghlutinin yang spesifik terhadap salmonella tyerdapat dalam serum penderita tifoid dan juga pada orang yang pernah ketularan salmonella dan orang yang pernah di vaksinasi tifoid. jadi maksud dari test widal adalah untuk mentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang disangka menderita tifoid.

Akibat infeksi salmonella, pasien membuat antibodi, yaitu :

Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O ( berasal dari tubuh kuman )

Aglutinin H, karena rangsangan dari antigen H ( berasal dari flagella kuman ).

Aglutinin Vi, berasal dari rangsangan antigen Vi ( berasal dari simpai kuman ).

Untuk membuat diagnosa yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan peningkatan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis.

4. Pemeriksaan urine dan faeces

Pada minggu ketiga, urine dapat mengandung kuman salmonella, sedang pada faeces, kuman didapatkan pada minggu kedua dan ketiga. Biakan tersebut memberikan hasil positif pada 40 % kasus dalam stadium awal demam tifoid, setelah septikemia sekunder.

F. PENATALAKSANAAN

Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi demam typoid harus di anggap dan perlakukan langsung sebagai pasien demam typoid.

Penatalaksanaan yang mutlak pada pasien demam tifoid mencakup tiga bagian, yaitu :

1). Perawatan

Penderita tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan.

a. Klien tg sudah pasti menderita tifoid lewat pemeriksaan laboratorium harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari setelah bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Maksud dari tirah baring ini adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus. Mobilosasi dilakukan bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita.

b. Klien dengan kesadaran menurun, posisinya harus diubah-ubah sedikitnya setiap 2-3 jam untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.

c. Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, suhu tergantung dari keadaan klien. Panas tubuh klien diturunkan dengan kompres dingin.

d. Kebersihan mulut sangat penting untuk menghindari terjadinya stomatitis dan juga memberikan rasa nyaman.

2). Diit

Klien tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi biasa sesuai dengan kesembuhan klien. Pemberian diit ini dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan atau perforasi usus. Hindarkan makanan yang mengandung serat ( selulosa ) tinggi.

3). Obat-obatan

Obat-obatan yang biasa diberiakn pada klien tifoid dalah obat anti mikroba seperti :

a. Kloramfenikol

Di Indonesia, obat ini masih merupakan pilihan. Dosis untuk orang dewasa sampai dengan 4 kali 500 mg sehari baik oral atau intra vena,pada anak-anak diberikan dalam dosis 4 x 100 mg / kg BB / hari ( maksimum 2 gram perhari ) oral atau intra vena

b. Tiamfenikol

Dosis dan efektifitasnya sama dengan kloramfenikol tetapi komplikasi hematologis tiamfenikol lebih jarang.

c. Kotrimoksazol

Termasuk dalam golongan sulfonamida daan merupakan kombinasi dari trimetoprim dan sulfametoksazol yang berkhasiat bakterisid luas. Efektifitasnya kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk org dewasa 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai dengan 7 hari bebas demam ( 1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol )

d. Ampisillin dan amoksisilin

Dalm hal kemampuan menurunkan demam pada tifoid, efektivitas ampisillin dan amoksisilin masih lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi penggunaannya adalah pasien demam tifoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan sekitar 75 – 150 mg / kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan obat ini demam rata-rata turun setelah 7 – 9 hari.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi demam tifoid dapt dibagi dalam :

1. komplikasi intestinal

a. perdarahan usus

b. perforasi ileus

c. ileus paralitik

2. komplikasi ekstra-intestinal

a. komplikasi kardiovaskuler

kegagalan sirkuasi perifer ( syok sepsis ), miokarditis, trombosis, dan trombofhlebitis

b. komplikasi darah

anemia hemolitik, trombositopenia dan DIC

c. komplikasiparu

pneumonia, empiema, dan pleuritis

d. komplikasihepar dan kandung empedu

hepatitis dan kolesistitis

e. komplikasi ginjal

glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis

f. komplikasi tulang

osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis

g. komplikasi neuropsikiatrik

delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrom guillai-barre, psikosis dan sindrom katatonia

H. PROGNOSIS

Prognosis pada umumnya baik asalkan saja berobat dengan cepat dan tepat.angka mortalitas pada anak sekitar 2.6 %, pada orang dewasa 7.4 %, rata-rata sekitar 5.7 %. Prognosis bisa jadi memburuk bila disertai keadaan-keadaan dibawah ini :

± Demam tinggi ( hiperpireksia )

± Kesadarn yang sangat atau terus menurun ( sopor, koma atau delirium )

± Terdapat komplikasi yang berat seperti dehidrasi, asidosis dan perforasi

I. ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

1. Pengkajian

a. Identitas pasien

Meliputi data-data umum / demografi

b. Keluhan utama

Demam tinggi sekitar 3 minggu, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri kepala.

c. Riwayat penyakit sekarang

Tanyakan kepada keluarga sejak kapan klien mulai demam dan merasakan keluhan-keluhan seperti diatas, tindakan apa yang sudah dilakukan keluarga untuk menanggulanginya.

d. Riwayat penyakit keluarga

Tanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

e. Riwayat penyakit dahulu

Tanyakan tentang riwayat penyakit infeksi terdahulu, apakah klien pernahmenderita penyakit ini sebelumnya.

f. Riwayat psikososial

Tanyakan tentang kebiasaan klien dan keluarga sehari-hari baik tentang kebersihan diri ataupun lingkungan, kebiasaan makan, tingkat pengetahuan keluarga tentang kesehatan.

2. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi

Tingkat kesadaran, keadaan umum seperti berkeringat banyak, demam, mual muntah, lidaaaah kotor, gangguan eliminasi ( diare / obstipasi ).

b. Palpasi

Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh, turgor kulit dan meraba apakah ada pembesaran hati dan limpa.

c. Perkusi

Untuk mendengarkan peristaltik usus pada abdomen.

d. Auskultasi

Untuk mengetahui adanya bunyi timpani apabila terdapat kembung ( distensi ) pada abdomen.

3. Studi diagnostik

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :

Ä Biakan darah positif terhadap kuman salmonella.

Ä Pada widal test didapatkan peningkatan titer aglutinin O dan H sejak minggu kedua dan tetap positif selama beberapa bulan atau beberapa tahun. Titer reaksi wadal diatas 1/200 menyokong diagnosis.

Ä Pada pemeriksaan hematologi didapatkan anemi ringan, LED meningkat, SGOT dan SGPT serta alakali pospatase meningkat.

Ä Pemeriksaan feces dan urine ditemukan adanya salmonella, begitu pula pada pemeriksaan sum-sum tulang dan cairan duodenum.

4. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul :

I. Gangguan keseimbangan ( termoregulasi ) suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi kuman salmonella.

Tujuan :

Suhu tubuh kembali normal antar 36 o C - 37 o C dalam waktu 1 x 24 jam setelah intervensi.

Intervensi :

a. Kaji ulang tanda vital dan keadaan umum klien.

Rasionalisasi : tanda vital menunjukkan proses penyakit infeksi dan dapat mendiagnosa.

b. Berikan pendidikan kesehatan sederhana pada ibu tentang penyakit klien.

Rasionalisasi : menambah pengetahuan asar tentang kondisi penyakitnya.

c. Ajarkan cara menurunkan suhu tubuh yang sederhana :

Ä Kompres dingin pada daerah dahi, ketiak dan dada bila panas.

Ä Beri minum yang banyak.

Ä Memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat.

Ä Sirkulasi udara dan kesejukan ruangan yang cukup.

Rasionalisasi :

Meningkatkan partisipasi ibu dalam melaksanakan tindakan keperawatan.

- terjadi proses konduksi panas tubuh dan memberikanrasa nyaman.

- Membawa panas tubuh melalui IWL.

- Memudahkan proses penguapan

d. Ganti pakaian dan alat tenun bila basah.

Rasionalisasi : membuat klien lebih nyaman.

Evaluasi :

a. Suhu tubuh dalam batas normal antar 36 o C – 37 o C.

b. Ibu memahami tentang penyakit klien.

c. Ibu mengetahui dan mempraktekkan cara menurunkan suhu tubuh secara sederhana.

II. Nutrisi kurang dari kebutuhan sehubungan dengan penurunan keinginan untuk makan.

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, keadaan umum membaik dan tidak terjadi penurunan berat badan.

Intervensi :

a. Kaji ulang kebutuhan nutrisi klien.

Rasionalisasi : mengetahui seberapa besar kebutuhan nutrisi dalam tingkatan umur dan usia.

b. Berikan pendidikan sederhana tentang pentingnya pemenuhan nutrisi untuk mempercepat penyembuhan.

Rasionalisasi : menambah pengetahuan agar ibu mau bekerja sama dalam pemenuhan nutrisi.

c. Anjurkan kepada ibu untuk memberi makan dalam porsi kecil tapi sering.

Rasionalisasi : dilatasi lambung dapat terjadi bila pemberian makanan terlalu cepat.

d. Sediakan makanan dalam bentuk hangat, makan tidak terburu-buru, makan ditemani oleh ibu dan suasana lingkungan yang menyenangkan.

Rasionalisasi : membuat makanan nyaman dimakan

e. Motivasi dan bantu klien dalam pemenuhan nutrisi.

Rasionalisasi : memberikan dorongan dengan klien mau makan.

f. Kolaborasi pemberian terapi infus dan vitamin penmbah nafsu makan.

Rasionalisasi : tambahan nutrisi selain melalui oral.

Evaluasi :

Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat :

Ä Keadaan umum membaik.

Ä Tidak terjadi penurunan berat badan

III. Intoleran aktivitas sehubungan dengan kelemahan fisik dan bed rest total.

Tujuan :

Setelah diintervensi kebutuhan ADL klien bisa terpenuhi tanpa mengganggu program terapi bed rest.

Intervensi :

a. Kaji tingkat kebutuhan pemenuhan ADL klien.

Rasionalisasi : mengetahui tingkat kebutuhan ADL klien.

b. Berikan pendidikan sederhana tentang program terapi bed rest.

Rasionalisasi : memberi pengetahuan kepada keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas ADL.

c. Anjurkan dan motivasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas ADL klien.

Rasionalisasi : mengikutsertakan keluarga dalam pemenuhankebuuhan aktivitas ADL klien.

Evaluasi :

Kebutuhan ADL klien terpenuhi tanpa mengganggu terapi bed rest

Daftar pustaka:

Ngastiyah,1997,--Perawatan Anak Sakit,-- Jakarta : EGC.

Rahmat Juwono, 1999,--Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam,--Jakarta : Gaya baru.

Doenges, Marylinn. E, 1999, -- Rencana Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan pendokomuntasan Perawatan Pasien,--ed.3 , Jakarta :EGC.




HIPERTIROID

1. Definisi.

Hipertiroid dikenal juga sebagai Tirotoksikosis, Hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid secara berlebihan.

2. Patofisiologi.

Beberapa penderita penyakit psikiatris mungkin mendapat tiroksin atau triyodotironin dalam dosis besar sehingga mengakibatkan tirotoksikosis.

Terdapat 2 tipe hipertiroidisme spontan:

1) Penyakit graves.

2) Goiter modular toksik.

Penyakit graves biasanya terjadi pada usia sekitar 30 – 40 th, dan telah sering ditemukan kebanyakan lebih banyak wanita dari pada pria. Terdapat predisposisi familiat terhadap penyakit ini dan sering berkaitan dengan bentuk-bentuk endokrinopati auto imun lainnya. Pada penyakit graves terdapat 2 kelompok gambaran utama, tiroidal dan ekstra tiroidal dan keduanya mungkin tidak nampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan.

3. Tanda dan Gejala.

Gejala-gejala hipertiroid tergantung pada peningkatan taraf metabolik yang dirangsang oleh hipersekresi kelenjar. Gejala-gejala klasik ialah nervositos tidak tahan panas, tremor dan penurunan BB, pada pemeriksaan fisik terdapat takikardi dan hipertensi dan kemungkinan pula ditemukan fibriasi atrium serta kardiomegali, pada hpertiroid primer mungkin terdapat eksota imus. Kelemahan otot pada luar okeu odema kelopak mata atas px mungkin menunjukan ledakan emosional dan gangguan psikis berat.

4. Pemeriksaan Penunjang.

Diagnosis laboratorium dari hiper dan hipotiroid dapat dilakukan dengan mengukur kadar T3 dan T4 dalam serum. Ambilan ( uptake ) iodium radio aktif juga merupakan tes tiroid berguna, tes-tes ini telah menggantikan pemeriksaan yodium pengikat protein dan tingkat metabolik basal ( BMR ), FTI atau indeks tiroksin bebas ( Free Thyroxine Index ) yang diperoleh dari rasio T3 dan T4 total dalam serum, umumnya merupakan tes yang untuk penapisan ( screening ) LATS ( Long Acting Thyroid Substance = Substansi Tiroid Berefek Lama ). TSH dan TRH dapat diukur dengan rasio imunolisai. Anti bodi khusus terhadap tiroglobulin yang tampak pada kelainan imun kelenjar tiroid dapat pula dipakai untuk membantu dalam mendiagnosis berbagai bentuk tiroiditis.

5. Diagnosa Keperawatan.

1) Penurunan curah jantung S.D penurunan waktu pengisian diastolik sebagai akibat peningkatan frekuensi jantung.

Observasi setiap 4 jam nadi apikal, tekanan darah dan suhu tubuh.

Anjurkan pada klien agar segera melaporkan pada perawat bila mengalami nyeri dada

Upayakan lingkungan klien agar dapat beristirahat.

Batasi aktifitas yang melelahkan.

Kolaborasi pemberian obat anti tiroid seperti thionamid, methimazole.

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh S.D efek hiperkatabolisme.

Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein.

Beri makanan tambahan diantara waktu makan.

Timbang BB secara teratur setiap 2 hari sekali.

3) Gangguan persepsi sensoris ( penglihatan ) S.D gangguan transmisi infus sensorik sebagai akibat optalmotik.

Anjurkan pada px tidur dengan elevasi kepala.

Basahi mata dengan borwater steril.

Jika ada photopobia anjurkan klien menggunakan kaca mata rayben.

Jika klien tidak dapat menutup mata rapat pada saat tidur gunakan plester non alergi.

Berikan obat-obat steroid sesuai program.

6. Daftar Pustaka.

Ballenger, John Jacob. 1994. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Jilid 1 Edisi 13.Jakarta; Binarupa Aksara.

Price, Sylvia A & Wilson Lorraine M. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4. Jakarta; Buku Kedokteran EGC.



LAPORAN PENDAHULUAN

GASTRITIS

1. Pengertian

Gastritis bersal dari dua kata yaitu gaster yang berarti lambung, dan it is berarti peradangan atau pembengkakan. Gastritis adalah suatu inflamasi yang terjadi didaerah mukosa lambung yang disebabkan oleh kuman-kuman, diman bisa terjadi secara akut dan kronis.

Secara klinis gastritis terbagi atas :

a. Gastritis akut

Inflamasi akut dari dinding lambung yang biasannya terbatas pada bagian mukosa saja. Terjaddi atas gastritis atas, gastritis ekssogen da n endogen akut.

b. Gastritis kronis

Inflamasi kronis pada dinding lambung yang bisa bagia n mukosa saja atas ssudah penetrasi kelapisan sub mukosa lambung yang kaya akan pembuluh darah. Gastritis kronis terjadi kare na gastritis akut yang tidak tertangani.

2. Etiologi

Makanan minuman yang dapat mersak mukosa lambung, banyak mengkumsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan seperti yudium, kafein. Infeksi bakjteri terutama sreptococcus, stapylococcus, serta bahan kimia dan minuman yanag bersifat korosif seperti asam pekat dan soda kausatif. Makanan dan minuman yang terlalu asam, pedas, panas, berle mak juga dapat menyebabkan gastritis. Terlalu banyak berpikir atau stres dapat meningkatkan asam lambung.

3. Patofisiologi

Pada gaster yang terjadi peradangan pada lapisan mokusa terjadi kemeraha , edema dan meradang, biasanya peradangan ini terbatas pada mukosanya saja. Apabilaa sering mengkonsumsi bahan-bahan yang bersifat iritasi, maka dapat menyebabkan perdarahan mukosa lambung juga dapat menimbulkan kerak yang disertai reaksi inflamasi. Jika hal ini terus berlanjut, maka akn terjadi peningkatan sekresi asam lambung serta dapat meningkatkan jumlah asam lambung.Keadaan demikian dapat menyebabkan iritasi yang lebih parah pada mukosa lambung akibat hiper sekresi dari asam lambung.

4. Manifestasi Klinik

a. Gastritis akut

Rasa nyeri pada epigastrium yang mungkin ditambah mual. Nyeri dapat timbul kembali bila perut kosong. Saat nyeri penderita berkeringat, gelisah, sakit perut dan mungkin disertai peningkatan suhu tubuh, tachicardi, sianosis, persaan seperti terbakar pada epigastrium, kejng-kejng dan lemah.

b. gastritis kronis

tanda dan gejala hanpir sam dengan gastrritis akut, hanya disertai dengan penurunan berat badan, nyeri dada, enemia nyeri, seperti ulkus peptikum dan dapat terjdi aklohidrasi, kadar gastrium serum tinggi.

5. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto lambung

2. Foto Rontgen

3. Gastrokopi

4. Endoskopi

5. Biopsi Mukosa

6. Analisa lambung

7. Penatalaksanaan Medis

Selama masa akut; istirahat 1 – 2 hari

Mengatur diet; lembek dan tidak pedas

Mengganti cairan tubuh melalui intravena

Beri antimetik; psimpesan

Beri analgetik dan anti inflamasi

Terapi infus; D5 %

8. Diagnosa dab Intervensi Keperawatan

a. gangguan rasa nyaman: nyeri s.d peradangan pada gaster

Ø kaji status nyeri : Skala, intensitas, frekuensi, durasi nyeri

Ø Kaji penyebab nyeri : area nyeri

Ø Anjurkan Px menari napas dalam dan menggunakan tekhnik relaksasi lain

Ø Anjurkan Px untuk tidak mrngkunsumsi makana pedas dan mengandung gas serta minuman yang sifatnya oversidosis

Ø Beri analgetik SOD

Ø Beri Asetaminofen karena ada efek tidur

Ø Beri antasit

Ø Beri anticholirgik

b. gangguan pemenuhan nutrisi s.d Anorexia d.d mual dan muntah

Ø Observasi karakteristik muntahan

Ø Berikan makan cair dalam jumlah kecil dan cukup kering

Ø Anjurkan Px makan sedikit demi sedikit namun sering

Ø Pertahankan puasa selama masa akut kurang lebih beberapa jam

Ø Kolaborasi dengan Dokter untuk pemberian antiemetik

c. Gangguan regulasi suhu s.d Proses peradangan lambung

Ø Berikan kompres dingin pada prontal dan axila

Ø Observasi TTV

Ø Anjurkan minum yang banyak

Ø Berikan pakaian yang tipis

d. Kurang pengetahuan tentang proses penyakitnya

Ø Kaji tingkat pengetahuan tentang proses penyakitnya

Ø Observasi tingkat kecemasan Px

Ø Berikan kesempatan Px untuk bertanya

8. Daftar Pustaka

Doengos, M.E,dkk,1999”Rencana Asuhan KeperawatanPedoman Untuk Perencanaan dan Pedokomentasian Perawatan Pasien”.Edisi III, Jakarta : EGC

Mansjoer,A,dkk,1999 “Kapita Selekta Kedokteran” Jilid I Edisi III, Jakarta : Media Aeskulapius FKUI